Thursday 20 September 2012

TRANSPLANTASI ORGAN


 TRANSPLANTASI ORGAN
A.  Definisi
Transpaltasi organ dan atau jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medic yang sangat bermanfaat bagi pasien dengaan gangguan fungsi organ tubuh yang berat. Donor organ atau lebih sering disebut transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Syarat tersebut melipui kecocokan organ dari donor dan resipen.
Donor organ adalah pemindahan organ tubuh manusia yang masih memiliki daya hidup dan sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik apabila diobati dengan teknik dan cara biasa, bahkan harapan hidup penderitan hampir tidak ada lagi. Sedangkan resipien adalah orang yang akan menerima jaringan atau organ dari orang lain atau dari bagian lain dari tubuhnya sendiri. Organ tubuh yang ditansplantasikan biasa adalah organ vital seperti ginjal, jantung, dan mata. namun dalma perkembangannya organ-organ tubuh lainnya pun dapat ditransplantasikan untuk membantu ornag yang sangat memerlukannya.
Menurut pasal 1 ayat 5 Undang-undang kesehatan,transplantasi organ adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh. Pengertian lain mengenai transplantasi organ adalah berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, transplantasi adalah tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk mengganti jaringan dan atau organ tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.

B.  Jenis Transplantasi Organ
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi:
1.      Autotransplantasi: pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri.
2.      Homotransplantasi : pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.
3.      Heterotransplantasi : pemindahan organ atau jaringan dari satu spesies ke spesies lain.
4.      Autograft : Transplantasi jaringan untuk orang yang sama. Kadang-kadang hal ini dilakukan dengan jaringan surplus, atau jaringan yang dapat memperbarui, atau jaringan lebih sangat dibutuhkan di tempat lain (contoh termasuk kulit grafts , ekstraksi vena untuk CABG , dll) Kadang-kadang autograft dilakukan untuk mengangkat jaringan dan kemudian mengobatinya atau orang, sebelum mengembalikannya (contoh termasuk batang autograft sel dan penyimpanan darah sebelum operasi ).
5.      Allograft : Allograft adalah suatu transplantasi organ atau jaringan antara dua non-identik anggota genetis yang sama spesies . Sebagian besar jaringan manusia dan organ transplantasi yang allografts. Karena perbedaan genetik antara organ dan penerima, penerima sistem kekebalan tubuh akan mengidentifikasi organ sebagai benda asing dan berusaha untuk menghancurkannya, menyebabkan penolakan transplantasi .
6.      Isograft : Sebuah subset dari allografts di mana organ atau jaringan yang ditransplantasikan dari donor ke penerima yang identik secara genetis (seperti kembar identik ). Isografts dibedakan dari jenis lain transplantasi karena sementara mereka secara anatomi identik dengan allografts, mereka tidak memicu respon kekebalan.
7.      xenograft dan xenotransplantation : Transplantasi organ atau jaringan dari satu spesies yang lain. Sebuah contoh adalah transplantasi katup jantung babi, yang cukup umum dan sukses. Contoh lain adalah mencoba-primata (ikan primata non manusia)-transplantasi Piscine dari pulau kecil (yaitu pankreas pulau jaringan atau) jaringan.
8.      Transplantasi Split : Kadang-kadang organ almarhum-donor, biasanya hati, dapat dibagi antara dua penerima, terutama orang dewasa dan seorang anak. Ini bukan biasanya sebuah pilihan yang diinginkan karena transplantasi organ secara keseluruhan lebih berhasil.
9.      Transplantasi Domino : Operasi ini biasanya dilakukan pada pasien dengan fibrosis kistik karena kedua paru-paru perlu diganti dan itu adalah operasi lebih mudah secara teknis untuk menggantikan jantung dan paru-paru pada waktu yang sama. Sebagai jantung asli penerima biasanya sehat, dapat dipindahkan ke orang lain yang membutuhkan transplantasi jantung. (parsudi,2007).
Jika ditinjau dari sudut penyumbang atau donor alat dan atau jaringan tubuh, maka transplantasi dapat dibedakan menjadi :
1.      Transplantasi dengan donor hidup
Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan atau organ tubuh seseorang ke orang lain atau ke bagian lain dari tubuhnya sendiri tanpa mengancam kesehatan. Donor hidup ini dilakukan pada jaringan atau organ yang bersifat regeneratif, misalnya kulit, darah dan sumsum tulang, serta organ-organ yang berpasangan misalnya ginjal.
2.      Transplantasi dengan donor mati atau jenazah
Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah pemindahan organ atau jaringan dari tubuh jenazah ke tubuh orang lain yang masih hidup. Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah organ yang tidak memiliki kemampuan untuk regenerasi misalnya jantung, kornea, ginjal dan pankreas.

C.  Penyebab Transplantasi Organ
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu:
1.      Eksplantasi : usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hiudp atau yang sudah meninggal.
2.      Implantasi : usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu :
1.      Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan atau organ. (anonim,2006)
2.      Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan atau organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah orang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang otak. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit, ginjal, sumsum tulang dan darah (tranfusi darah). Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah : jantung, hati, ginjal, kornea, pancreas, paru-paru dan sel otak.

D.  Transplantasi Organ Dari Segi Agama
Dasar hukum dilaksanakannya transplantasi organ sebagai suatu terapi adalah Pasal 32 ayat (1), (2), (3) tentang hak pasien untuk memperoleh kesembuhan dengan pengobatan dan perawatan atau cara lain yang dapat dipertanggung jawabkan :
a.       Pasal 32 ayat (1) berbunyi: Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan akibat penyakit, mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan cacat.
b.      Pasal 32 ayat (2) berbunyi: Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan.
c.       Pasal 32 ayat (3) berbunyi: Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sedangkan untuk prosedur pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia.
Pada Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pelaksanaan transplantasi diatur dalam Pasal 34 yang berbunyi:
a.       Pasal 34 Ayat (1): Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
b.      Pasal 34 Ayat (2): Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya.
c.       Pasal 34 Ayat (3): Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1981, tentang bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok-pokok peraturan tersebut adalah :
1.      Pasal 1
·      Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
·      Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.
·      Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
·      Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
·      Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yag berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan dan denyut jantung seseorang telah berhenti.
2.      Pasal 10
Transplantasi alat untuk jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 Huruf a dan Huruf b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan keluarga yang terdekat setelah penderita meninggal dunia.
3.      Pasal 11
·      Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjuk oleh mentri kesehatan.
·      Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
4.      Pasal 12.
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tidak ada sangkut paut medic dengan dokter yang melakukan transplantasi.
5.      Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan dua orang saksi.
6.      Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga terdekat.
7.      Pasal 15
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibat dan kemungkinan yang dapat terjadi . dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
8.      Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.
9.      Pasal 17
Dilarang memperjual-belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
10.  Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negri

E.  Transplantasi Organ Dari Segi Etika Keperawatan
Jika ditinjau dari segi etika keperawatan, transplantasi organ akan menjadi suatu hal yang salah jika dilakukan secara illegal. Hal ini menilik pada kode etik keperawatan, Pokok etik 4 pasal 2 yang mengatur tentang hubungan perawat dengan teman sejawat. Pokok etik tersebut berbunyi “ Perawat bertindak melindungi klien dan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara tidak kompeten, tidak etis dan illegal ”. Seorang perawat dalam meeeenjalankan profesinya juga diwajibkan untuk tetap mengingat tentang prinsip-prinsip etik, antara lain :
a.       Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. Jika dikaitkan dengan kasus transplantasi organ maka hal yang menjadi pertimbangan adalah seseoranhg melakukan transplantasi tersebut tanpa adanya paksaan dari pihak manapun dan tentu saja pasien diyakinkan bahwa keputusan yang diambilnya adalah keputusan yang telah dipertimbangkan secara matang.
b.      Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
c.       Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
d.      Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Prinsip ini berarti dalam pelaksanaan transplantasi organ, harus diupayakan semaksimal mungkin bahwa praktek yang dilaksanakan tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e.       Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan. Walaupun demikian, terdapat beberapa argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika kebenaran akan kesalahan prognosis klien untuk pemulihan atau adanya hubungan paternalistik bahwa ”doctors knows best” sebab individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran merupakan dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
f.       Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
Dari prinsip-prinsip diatas berarti harus diperhatikan benar bahwa dalam memutuskan untuk melakukan transplantasi organ harus disertai pertimbangan yang matang dan tidak ada paksaan dari pihak manapun, adil bagi pihak pendonor maupun resipien, tidak meruguikan pihak manapun serta berorientasi pada kemanusiaan.
Selain itu dalam praktek transplantasi organ juga tidak boleh melanggar nilai-nilai dalam praktek perawat professional. Sebagai contoh nilai tersebut adalah, keyakinan bahwa setiap individu adalah mulia dan berharga. Jika seorang perawat menjunjung tinggi nilai tersebut dalam prakteknya, niscaya seorang perawat tidak akan begitu mudah membantu melaksanakan praktek transplantasi organ hanya dengan motivasi komersiil.




F.   Contoh Kasus
“Ketika Organ Tubuh Mulai Diperdagangkan Secara Ilegal”
Jember - Maraknya kasus penculikan bayi dan anak sering dikaitkan dengan dugaan perdagangan organ tubuh, seperti ginjal, kornea mata, hati, dan jantung. Kendati demikian, isu tersebut masih perlu ditelusuri lagi kebenarannya. Aktivis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A) di Kabupaten Jember, Jatim, Dewi Masyitah membenarkan kemungkinan perdagangan organ tubuh anak dengan perdagangan anak ke luar negeri. Namun kasus itu belum pernah ditemukan di sejumlah daerah seperti di Kabupaten Jember.
Organ tubuh yang diperdagangkan tersebut tentu berkaitan dengan dunia kedokteran, karena sejumlah negara di Asia dan Eropa telah berhasil melakukan transplantasi organ tubuh seperti kornea mata, hati dan ginjal. Di Indonesia tidak semua rumah sakit bisa melaksanakan transplantasi sejumlah organ tubuh karena keterbatasan sarana kesehatan dan tenaga medis yang menguasai hal tersebut.
Penjualan organ tubuh dilarang keras oleh agama Islam atau haram hukumnya karena hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama Islam. Sementara itu, Pengamat Sosial dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jember (Uned), Drs Hadi Prayitno M.Kes, mengaemukakan, banyaknya kasus penculikan anak dan balita di Indonesia diduga berkaitan dengan perdagangan organ tubuh manusia.
Jember merupakan 'kantong' tenaga kerja Indonesia (TKI), sehingga kemungkinan pahlawan devisa Jember bisa jadi menjadi korban perdagangan organ tubuh melalui sindikat internasional. Kasus perdagangan anak yang terjadi di Jember, bukan tidak mungkin menjadi peluang sejumlah pihak yang ingin menikmati keuntungan besar dengan melakukan transaksi jual beli organ tubuh anak tersebut kepada seseorang yang kaya dan mampu membeli organ tubuh itu dengan harga mahal.
Jurnal kesehatan "The Lancet" menyebutkan, harga ginjal di pasaran mencapai 15.000 dolar AS. Sepotong hati manusia harganya mencapai 130.000 dolar AS, sama dengan harga sebuah jantung. Sedangkan harga paru-paru bisa mencapai 150.000 dolar AS. Tinggi rendahnya harga sejumlah organ tubuh manusia sesuai dengan mekanisme pasar, yakni semakin besar permintaan, harganya semakin mahal. Diperkirakan jutaan orang mengantre untuk mendapatkan transplantasi organ tubuh, seperti jantung, ginjal, dan hati. Di Indonesia, diperkirakan ada 70.000 penderita gagal ginjal kronis yang membutuhkan cangkok ginjal. Sedangkan di Jepang terdapat 11.000-an penderita gagal ginjal.

PERMASALAHAN ETIKA DIBIDANG KESEHATAN


 PERMASALAHAN ETIKA DIBIDANG KESEHATAN
A.  Definisi
Kemajuan ilmu dan teknologi terutama dibidang biologi dan kedokteran telah menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum teratasi ( catalano, 1991). 
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani, 2001)
Etik merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku.
Etika merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik profesional seperti Kode Etik PPNI atau IBI. 
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal
Moral hampir sama dengan etika, biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek professional
Perawat atau bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional. Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat atau bidan, dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis mencapai puncaknya bila perawat atau bidan mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat atau bidan seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan /kebidanan.

B.  Pendekatan Berdasarkan Prinsip
Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam bio etika untuk menawarkan bimbingan untuk tindakan khusus. Beauchamp Childress (1994) menyatakan empat pendekatan prinsip dalam etika biomedik antara lain; (1) Sebaiknya mengarah langsung untuk bertindak sebagai penghargaan terhadap kapasitas otonomi setiap orang: (2) Menghindarkan berbuat suatu kesalahan; (3) Bersedia dengan murah hati memberikan sesuatu yang bermanfaat dengan segala konsekuensinya; (4) Keadilan menjelaskan tentang manfaat dan resiko yang dihadapi.
Dilema etik muncul ketika ketaatan terhadap prinsip menimbulkan penyebab konflik dalam bertindak. Contoh; seorang ibu yang memerlukan biaya untuk pengobatan progresif bagi bayinya yang lahir tanpa otak dan secara medis dinyatakan tidak akan pernah menikmati kehidupan bahagia yang paling sederhana sekalipun. Di sini terlihat adanya kebutuhan untuk tetap menghargai otonomi si ibu akan pilihan pengobatan bayinya, tetapi dilain pihak masyarakat berpendapat akan lebih adil bila pengobatan diberikan kepada bayi yang masih memungkinkan mempunyai harapan hidup yang besar. Hal ini tentu sangat mengecewakan karena tidak ada satu metoda pun yang mudah dan aman untuk menetapkan prinsip-prinsip mana yang lebih penting, bila terjadi konflik diantara kedua prinsip yang berlawanan. Umumnya, pendekatan berdasarkan prinsip dalam bioetik, hasilnya terkadang lebih membingungkan. Hal ini dapat mengurangi perhatian perawat atau bidan terhadap sesuatu yang penting dalam etika.
Terutama kemajuan di bidang biologi dan kedokteran, telah menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum teratasi (cakalano, 1991). Kemajuan teknologi kesehatan saat ini telah meningkatkan kemampuan bidang kesehatan dalam mengatasi kesehatan dan memperpanjang usia. Jumlah golongan usia lanjut yang semakin banyak, keterbatasan tenaga perawat, biaya perawatan yang semakin mahal, dan keterbatasan sarana kesehatan, telah menimbulkan etika keperawatan bagi individu perawat atau persatuan perawat ( Mc. Croskey, 1990 ).

C.  Beberapa pengertian yang berkaitan dengan dilema etik.
1.    Etik
Etik adalah norma-norma yang menentukan baik-buruknya tingkah laku manusia, baik secara sendirian maupun bersama-sama dan mengatur hidup ke arah tujuannya ( Pastur scalia, 1971 ).
2.    Etik Keperawatan
Etik keperawatan adalah norma-norma yang di anut oleh perawat dalam bertingkah laku dengan pasien, keluarga, kolega, atau tenaga kesehatan lainnya di suatu pelayanan keperawatan yang bersifat professional. Prilaku etik akan dibentuk oleh nilai-nilai dari pasien, perawat dan interaksi sosial dalam lingkungan.
3.    Kode Etik Keperawatan
Kode etik adalah suatu tatanan tentang prinsip-prinsip imum yang telah diterima oleh suatu profesi. Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang memberikan tuntutan bagi anggotanya dalam melaksanakan praktek keperawatan, baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga masyarakat, teman sejawat, diri sendiri dan tim kesehatan lain, yang berfungsi untuk
a.       Memberikan dasar dalam mengatur hubungan antara perawat, pasien, tenaga kesehatan lain, masyarakat dan profesi keperawatan.
b.      Memberikan dasar dalam menilai tindakan keperawatan
c.       Membantu masyarakat untuk mengetahui pedoman dalam melaksanakan praktek keperawatan.
d.      Menjadi dasar dalam membuat kurikulum pendidikan keperawatan ( Kozier & Erb, 1989 )
4.    Dilema Etik
Dilema etik adalah suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih ) landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan suatu kondisi dimana setiap alternatif memiliki landasan moral atau prinsip. Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benara atau salah dan dapat menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil keputusan. Menurut Thompson & Thompson (1985 ) dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada yang benar atau yang salah. Untuk membuat keputusan yang etis, seorang perawat tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.

D.  Prinsip-Prinsip Moral Dalam Praktek Keperawatan
Prinsip moral merupakan masalah umum dalam melakukan sesuatu sehingga membentuk suatu sistem etik. Prinsip moral berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu. ( John Stone, 1989 )
1.      Autonomi
Autonomi berarti kemampuan untuk menentukan sendiri atau mengatur diri sendiri, berarti menghargai manusia sehingga memperlakukan mereka sebagai seseorang yang mempunyai harga diri dan martabat serta mampu menentukan sesuatu bagi dirinya.
2.      Benefesience
Merupakan prinsip untuk melakukan yang baik dan tidak merugikan pasien atau tidak menimbulkan bahaya bagi pasien.
3.      Justice
Merupakan prinsip moral untuk bertindak adil bagi semua individu, setiap individu mendapat pperlakuan dan tindakan yang sama. Tindakan yang sama tidak selalu identik tetapi dalam hal ini persamaan berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan hidup seseorang
4.      Veracity
Merupakan prinsip moral dimana kita mempunyai suatu kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya atau tidak membohongi orang lain / pasien. Kebenaran merupakan hal yang fundamental dalam membangun suatu hubungan denganorang lain. Kewajiban untuk mengatakan yang sebenarnya didasarkan atau penghargaan terhadap otonomi seseorang dan mereka berhak untuk diberi tahu tentang hal yang sebenarnya.
5.      Avoiding Killing
Merupakan prinsip yang menekankan kewajiban perawat untuk menghargai kehidupan. Bila perawat berkewajiban melakukan hal-hal yang menguntungkan (Benefisience ) haruskah perawat membantu pasien mengatasi penderitaannya ( misalnya akibat kanker ) dengan mempercepat kematian ? Kewajiban perawat untuk menghargai eksistensi kemanusiaan yang mempunyai konsekuensi untuk melindungi dan mempertahankan kehidupan dengan berbagai cara.
6.      Fedelity
Merupakan prinsip moral yang menjelaskan kewajiban perawat untuk tetap setia pada komitmennya, yaitu kewajiban mempertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Kewajiban ini meliputi meenepati janji, menyimpan rahasia dan “caring “

E.  Proses Pemecahan Masalah Dilema Etik
Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan / Pemecahan masalah secara ilmiah, antara lain :
1.      Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 )
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.
a.       Mengkaji situasi
b.      Mendiagnosa masalah etik moral
c.       Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d.      Melaksanakan rencana
e.       Mengevaluasi hasil
2.      Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 1989 )
a.       Mengembangkan data dasar.
Untuk melakukan ini perawat memerukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin meliputi :
·      Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya
·      Apa tindakan yang diusulkan
·      Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
·      Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang diusulkan.
b.      Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c.       Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
d.      Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan yang tepat
e.       Mengidentifikasi kewajiban perawat
f.       Membuat keputusan
3.      Model Murphy dan Murphy
a.       Mengidentifikasi masalah kesehatan
b.      Mengidentifikasi masalah etik
c.       Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d.      Mengidentifikasi peran perawat
e.       Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan
f.       Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan
g.      Memberi keputusan
h.      Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah umum untuk perawatan klien
i.        Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya.
4.      Model Curtin
a.       Mengumpulkan berbagai latar belakang informasi yang menyebabkan masalah
b.      Identifikasi bagian-bagian etik dari masalah pengambilan keputusan.
c.       Identifikasi orang-orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan.
d.      Identifikasi semua kemungkinan pilihan dan hasil dari pilihan itu.
e.       Aplikasi teori, prinsip dan peran etik yang relevan.
f.       Memecahkan dilemma
g.      Melaksanakan keputusan
5.      Model Levine – Ariff dan Gron
a.       Mendefinisikan dilemma
b.      Identifikasi faktor-faktor pemberi pelayanan.
c.       Identifikasi faktor-faktor bukan pemberi pelayana
·      Pasien dan keluarga
·      Faktor-faktor eksternal
d.      Pikirkan faktor-faktor tersebut satu persatu
e.       Identifikasi item-item kebutuhan sesuai klasifikasi
f.       Identifikasi pengambil keputusan
g.      Kaji ulang pokok-pokok dari prinsip-prinsip etik
h.      Tentukan alternatif-alternatif
i.        Menindaklanjuti
6.      Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981). Purtilo dan cassel menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan etik
a.       Mengumpulkan data yang relevan
b.      Mengidentifikasi dilemma
c.       Memutuskan apa yang harus dilakukan
d.      Melengkapi tindakan
7.      Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981) mengusulkan 10 langkah model keputusan bioetis
a.       Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk individual.
b.      Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c.       Mengidentifikasi Issue etik
d.      Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e.       Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
f.       Mengidentifikasi konflik nilai yang ada.
F.   Masalah Etika Dalam Pelayanan Kesehatan
Menurut Ellis, Hartley (1980) masalah etika tsb meliputi:
1.    Evaluasi diri
Evaluasi diri mempunyai hub erat dg pengembangan karier, aspek hukum dan pendidikan berkelanjutan. Merupakan tanggung jawab etika bagi semua perawat. Dengan evaluasi diri perawat dpt mengetahui kelemahan, kekurangan, dan kelebihannya sebagai perawat praktisi. Evaluasi diri mrp salah satu cara melindungi klien dari pemberian perawatan yg buruk
Ellis dan Hartley, menyatakan bahwa evaluasi diri terkadang tidak mudah dilakukan oleh beberapa perawat. Evaluasi diri sebaiknya dilakukan secara periodik Eavaluasi diri dilakukan agar perawat menjadi istimewa atau kompeten dl memberikan asuhan keperawatan
2.    Evaluasi Kelompok
Tujuan evaluasi kelompok untuk mempertahankan konsistensi kualitas asuhan keperawatan yg baik, yg merupakan tanggung jawab etis. Evaluasi kelompok dapat dilakukan secara formal dan informal. Evaluasi secara informal contoh dg observasi langsung saat tindakan atau mengamati perilaku sesama rekan. Masalah etika muncul saat perawat mengamati rekan kerjanya yg berperilaku tidak sesuai standar. Evaluasi kelompok secara formal merupakan tanggung jawab etis perawat dan organisasi profesi Dasar untuk melakukan evaluasi asuhan keperawatan adalah standar praktek keperawatan yg digunakan untuk mengevaluasi proses
Dasar untuk evaluasi perawatan klien digunakan kriteria hasil. Secara Formal metode evaluasi kelompok meliputi konfrensi yang membahas berbagai hal yang diamati, wawancara dg klien atau staf, observasi langsung pada klien dan audit keperawatan berdasarkan catatan klien.
3.    Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang.
Para tenaga kesehatan seringkali membawa pulang barang-barang kecil spt kassa, kapas, lar. antiseptik, dll. Sebagian dari mereka tidak tahu apakah hal itu benar atau salah. Bila hal tsb dibiarkan rumah sakit akan rugi, dan beban pada klien lebih berat.
Perawat harus dapat memberi penjelasan pd orang lain / tenaga kesehatan bahwa mengambil barang walaupun kecil secara etis tidak dibenarkan karena setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap peralatan dan barang di tempat kerja.
4.    Merekomendasikan klien pada dokter
Perawat dapat memberikan informasi ttg berbagai altenatif, misalnya bila seorang klien ingin memeriksa ke dokter ahli kandungan, perawat dapat menyebutkan tiga nama dokter dg beberapa informasi penting alternative lain ttg keahlian dan pendekatan yg dipakai dokter pada klien. Secara hukum perawat tidak boleh memberikan kritik ttg dokter kepada klien.
5.    Menghadapi asuhan keperawatan yg buruk.
Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantuØ pencapaian kesejahteraan klien. Perawat harus mampuØ mengenal/tanggap bila bila ada asuhan keperawatan yg buruk serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut. EllisØ & Hartley (1980) menjelaskan beberapa tahap yg dapat dilakukan bila perawat menghadapi asuhan yang buruk.
Tahapan-tahapannya yaitu:
a.       Pertama, mengumpulkan informasi yg lengkap dan sah, jangan membuat keputusan berdasarkan gosip, umpatan atau dari satu pihak
b.      Kedua,Ø mengetahui siapa saja pembuat keputusan atau yg memiliki pengaruh thd terjadinya perubahan.
c.       membawa masalah kepada pengawasØ terbawah. Namum belum tentu masalah ini akan dihiaraukan oleh pengawas.
Pendekatan awal mis: secara sukarela menjadi anggota panitia penilai kelompok. Pendekatan awal lainnya dg menggunakan sisitem informal, yaitu dg cara mendiskusikan masalah dg orang yg dipercaya dan berpengaruh dalam system. Bila scr informal td berhasil lakukan pendekatan formal melalui jalur resmi.
6.    Masalah antara peran merawat dan mengobati
Peran perawat scr formal adalah memberikan asuhan keperawatan. Berbagai faktor menyebabkan peran perawat menjadi kabur dg peran mengobati. Hal ini banyak dialami di Indonesia, terutama perawat di puskesmas
Hasil penelitian Sciortino (1992) menunjukkan pertentangan antara peran formal dan aktual perawat merupakan salah satu contoh nyata bagaimana transmisi yg terganggu antara tingkat nasional dan lokal dapat mempengaruhi fungsi pelayanan. Perawat tidak melakukan apa yg secara formal diharapkan dan telah diajarkan kepada mereka. Perawat dl melaksanakan tugas delegatif yaitu dalam pelayanan pengobatan, secara hukum tidak dilindungi.
Perawat yg akan ditugaskn di unit pelayanan (PKM, BP) yg belum ada tenaga medis, perlu diberikan surat tugas serta uraian tugas yg jelas dari pimpinan. Merupakan aspek legal dl memberikan pelayanan.

G. Permasalahan Dalam Dunia Perawat
1.    Masalah perawat dan sejawat
Sebagai anggota profesi keperawatan perawatØ harus dapat bekerja sama dengan teman sesama perawat dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Perawat harus dapat membina hubungan baik dengan sesama perawat yg ada di lingkungan tempat kerjanya. Dalam membina hubungan tsb sesama perawat harus saling menghargai serta tenggang rasa agar tidak terjadi saling curiga. Memupuk rasa persaudaraan dengan cara:
a.       Silih asuh, yaitu sesama perawat dp saling membimbing, manasehati, menghormati dan mengingatkan bila sejawat melakukan kesalahan atau kekeliruan shg terbina hubungan saling serasi.
b.      Silih asih, yaitu setiap perawat dp saling menghargai satu sama lain, saling bertenggang rasa serta bertoleransi shg tidak terpengaruh oleh hasutan yg dapat menimbulkan sikap saling curiga dan benci.
c.       Silih asah, perawat yg merasa lebih pandai/tahu dalam ilmu pengetahuan dapat mengamalkan ilmu yg telah diperolehnya kepada rekan sesame.
2.    Masalah perawat dan klien
Pada beberapa situasi, perawat mempunyai masalah etis yg melibatkan klien, keluarga dan keduanya. Contoh: Seorang perawat menangani wanita yg terluka dl kecelakaan mobil. Suaminya yg mengalami kecelakaan juga dirawat di RS lain dan meninggal. Klien terus menerus bertanya ttg suaminya. Dokter memberitahu perawat agar td mengatakannya pada klien dan mengarang jawaban, tapi dr tsb tidak mencari alasan. Disini, posisi perawat tersebut mengalami konflik nilai. Haruskan perawat mengatakan secara jujur atau harus berbohong? Perawat harus berkata secara bijaksana bahwa kesehatan klien lebih penting untuk dipertahankan. Dasar hubungan antara perawat dan klien adalah hubungan saling menguntungkan (Mutual humanity).
Perawat mempunyai hak dan kewajiban untuk melaksanakan asuhan keperawatan seoptimal mungkin dengan pendekatan bio-psiko-sosialspiritual. Hubungan yag baik antara perawat dan klien akan terjadi bila:
a.       Terdapat rasa saling percaya antara perawat dan klien.
b.      memahami hak klien dan harus melindungi hak tersebut.
c.       Perawat harus memahami keberadaan klien shg bersikap sabar dan tetap mempertahankan pertimbangan etis dan moral.
d.      Perawat harus dapat bertanggung jawab dan bertangung gugat atas segala resiko yg mungkin timbul selama klien dalam asuhan keperawatannya.
e.       Perawat selalu berusaha untuk menghindari konflik antara nilai pribadinya dg nilai pribadi klien dg cara membina hubungan baik.
3.    Masalah perawat dengan profesi kesehatan lain.
Kedokteran dan keperawatan, walaupun kedua ilmu ini berfokus sama pada manusia, tapi keduanya mempunyai perbedaan Kedokteran bersifat pathernalistic, yg mencerminkan figur seorang bapak, pemimpin dan pembuat keputusan Keperawatn bersifat mothernalistic, yg mencerminkan figur ibu dalam memberikan asuhan, kasih sayang dan bantuan
Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat profesional melalui kerjasama bersifat kolaboratif dg klien dan tenaga kesehatan lainnya, dl memberikan asuhan holistik sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Dokter dan perawat merupakan mitra kerja dl mencapai tujuan untuk menyembuhkan penyakit dan mempertahankan kesehatan klien Saling percaya dan percaya diri merupakan hal utamaPeran perawat. Peran mandiri, peran perawat dl memberikan asuhan keperawatan yg dapat dipertanggungjawabkan oleh perawat secara mandiri Peran delegatif, peran dlm melaksanakan program kesehatan yg pertanggungjawabannya dipegang oleh dokter Peran kolaborasi, merupakan peran perawat dalam mengatasi permasalahan secara team work dengan tim kesehatan.
Dalam pelaksanaannya, apabila setiap profesi telah dapat saling menghargai, menghormati, hubungan kerjasama akan dapat terjalin dg baik walaupun dalam pelaksanaannya sering terjadi konflik etis.