Tuesday 12 March 2013

Laporan Pendahuluan Benigna Prostat Hiperplasi (BPH)


TINJAUAN TEORI

A.  Definisi
Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193).
Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193).
Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994)

B.  Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benigne Prostat Hyperplasia antara lain : (Roger Kirby, 1994 : 38)
1.         Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2.         Ketidak seimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.
3.         Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4.         Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5.         Teori stem cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit..

C.  Anatomi dan Fisiologi Prostat
Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi / mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram. Prostat terdiri dari :
1.      Jaringan Kelenjar        ®        50  -  70   %
2.     
30  -  50  %
 
Jaringan Stroma (penyangga)
3.      Kapsul/Musculer

Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 – 30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.

D.  Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76).
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal (Sunaryo, H. 1999 : 11)

E.  Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1.        Gejala Obstruktif yaitu :
a.         Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b.         Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c.         Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d.        Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e.         Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2.        Gejala Iritasi yaitu :
a.         Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b.         Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c.         Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
Benigne Prostat Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya :
1.         Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2.         Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 – 40 gram.
3.         Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4.         Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

F.   Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :
1.      Laboratorium
a.       Sedimen Urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
b.      Kultur Urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
2.      Pencitraan
a.       Foto polos abdomen
Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.
b.      IVP (Intra Vena Pielografi)
Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.
c.       Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)
Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.
d.      Systocopy
Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.

G. Pengkajian
1.      Pre op
a.       Sirkulasi : peningkatan tekanan darah
b.      Eliminasi : Distensi VU, nokturia, disuria,hematuri, konstipasi, penurunan aliran /kekuatan/dorongan aliran urin (menetes)
c.       Nutrisi dan cairan : Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan
d.      Nyeri/kenyamanan : Nyeri supra pubis, nyeri punggung bawah
e.       Keamanan (demam)
f.       Seksualitas : Penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi, pembesaran dan nyeri tekan prostat
g.      Penyuluhan dan pembelajaran
Riwayat keluarga : kanker, HT, penyakit ginjal, penggunaan anti hipertensi,antibiotik, alergi obat.
2.      Post op
a.       Haluaran urin : karakter dan jumlahnya
b.      Hemoragia : drainase merah terang dan bekuan dari kateter
c.       Syok
d.      Spasme kandung kemih
e.       Distensi kandung kemih ; nyeri supra pubis, peningkatan TD, takikardi, diaforesis, gelisah.
f.       Dilusi hipernatremia : peningkatan TD, sakit kepala, disorientasi, edema paru
g.      Dilusi hiponatremia : kelemahan otot, ketakutan, mual, muntah
h.      Hiperapnue
i.        Hipotensi
j.        Ekstravasasi urin dalam rongga abdomen
Abdomen tegang, kaku, peningkatan suhu tubuh, gagal ginjal
k.      Kateter

H.  Diagnosa Keperawatan
1.      Pre Op:
a.       Gangguan pola eliminasi urine b/d pembesaran prostat
b.      Resti infeksi b/d kateterisasi
c.       Nyeri b/d retensi urin akut
d.      Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap proses penyakit
2.      Post Op
a.       Nyeri b/d insisi bedah, spasme kandung kemih, retensi urin
b.      Perubahan pola eliminasi b/d reseksi pembedahan dan irigasi kandung kemih
c.       Resti infeksi b/d kateterisasi dan insisi pembedahan
d.      Resti kekurangan cairan b/d kehilangan darah berlebih

I.     Intervensi
1.      Pre op
a.       Gangguan pola eliminasi urine b/d pembesaran prostat
KH : berkemih dengan jumlah yang adekuat tanpa adanya distensi kandung kemih.
Intervensi :
1)      Kaji balance cairan
2)      Tentukan pola berkemih tiap hari
3)      Anjurkan klien untuk berkemih setiap 2-4 jam
4)      Anjurkan pasien diet dengan ketat
5)      Kolaborasi pemeriksaan laboratorium
b.      Resti infeksi b/d kateterisasi\
KH : suhu dalam batas normal, urin jernih warna kuning, bau khas
Intervensi :
1)   Kaji TTV tiap 4 jam
2)   Gunakan teknik steril dalam kateterisasi
3)   Pantau VU terhadap distensi
4)   Kolaborasi pemberian antibiotik
d.        Nyeri b/d retensi uris akut
KH : melaporkan penurunan nyeri, ekspresi wajah dan posisi tubuh rileks
Intervensi :
1)      Kaji nyeri klien
2)      Ajarkan teknik relaksasi
3)      Berikan posisi yang nyaman
4)      Kolaborasi pemberian analgesik
e.         Kurang pengetahuan b/d kurang informasi terhadap proses penyakit
KH : menyatakan pemahaman penyakit, melakukan perubahan pola hidup
Intervensi :
1)      Kaji ulang proses penyakit pengalaman pasien
2)      Dorong klien untuk menyatakan perasaannya
3)      Berikan informsi bahwa kondisi ini tidak ditularkan secara seksual
3.    Post op
a.         Nyeri b/d insisi bedah, spasme kandung kemih, retensi urin
KH : melaporkan penurunan nyeri, ekspresi wajah dan posisi tubuh rileks
Intervensi :
1)      Ajarkan teknik relaksasi
2)      Berikan posisi yang nyaman
3)      Kaji tanda nonverbal ( gelisah kening berkerut)
4)      Bantu pasien dengan posisi yang nyaman
b.         Perubahan pola eliminasi b/d reseksi pembedahan dan irigasi kandung kemih
KH : kateter tetap paten pada tempatnya dan bekuan diirigasi keluar dari kandung kemih dan tidak menyumbat aliran adarah melalui kateter
Intervensi :
1)      Kaji uretra/kateter suprapubis terhadap kepatenan
2)      Catat jumlah irigasi dan haluaran urin (30 ml/jam)
3)      Kaji kandung kemih terhadap retensi urin
c.         Resti infeksi b/d kateterisasi dan insisi pembedahan
KH : suhu dalam batas normal, insisi bedah kering, tidak terjadi infeksi
Intervensi :
1)      Kaji TTV tiap 4 jam
2)      Gunakan teknik steril dalam intervensi
3)      Perhatikan kateter urin,laporkan bila keruh dan berbau busuk
4)      Kaji luka insisi adanya nyeri, kemerahan bengkak, adanya kebocoran urin tiap 4 jam
d.        Resti kekurangan cairan b/d kehilangan darah berlebih
KH : TTV normal, urin jernih, turgor kulit baik
Intervensi :
1)      Pantau dan laporkan tanda dan gejala (dingin, takikardi,hipotensi)
2)      Pantau balutan pada abdomen tiap 2 jam terhadap pendarahan
3)      Laporkan perdarahan yang hebat dan hematuri nyata pada dokter
4)      Pantau Hb dan Ht jika diinstruksikan

No comments:

Post a Comment