Wednesday 5 March 2014

MDGs (Millenium Development Goals)



A.    Sejarah Singkat MDGs
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Melenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala negara sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium. Deklarasi ini menghimpun komitmen para pemimpin dunia yang tidak pernah ada sebelumnya untuk menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi dan kebebasan fundamental dalam satu paket. Dalam konteks inilah, negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals). Setiap tujuan memiliki satu atau beberapa target beserta indikatornya. MDGs menempatkam pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan, memiliki tengat waktu dan kemajuan yang terukur. MDGs didasarkan pada konsensus dan kemitraan global, sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan rumah mereka, sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut.

B.     Tujuan MDGs
Berikut ini tujuan MDGs:
1.      Tujuan 1: Memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrim.
2.      Tujuan 2: Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua.
3.      Tujuan 3: Mendorong kesadaran gender dan pemberdayaan perempuan.
4.      Tujuan 4: Menurunkan angka kematian anak.
5.      Tujuan 5: Meningkatkan kesehatan ibu.
6.      Tujuan 6: Memerangi HIV dan AIDS, Malaria serta penyakit lainnya.
7.      Tujuan 7: Memastikan kelestarian lingkungan
8.      Tujuan 8 : Promote Global Partnership For Development

.
C.    Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM)
1.      Tujuan Program JPKMM adalah:
a.       Umum:
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu yang membutuhkan pelayanan kesehatan agar tercapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
b.      Khusus:
1)      Terselenggaranya pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya.
2)      Terselenggaranya pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit, BP4 dan BKMM/BKIM.  
3)      Terselenggaranya kegiatan pendukung pelayanan kesehatan.
4)      Terlaksananya kegiatan safeguarding.

2.      Ruang lingkup Program JPKMM:
a.       Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya.
b.      Pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit, BP4, BKMM/BKIM.
c.       Penunjang pelayanan kesehatan.
d.      Safeguarding.
Safeguarding adalah kegiatan yang bertujuan untuk menjamin dan mengamankan kegiatan-kegiatan tersebut di atas agar tetap sasaran, berhasil guna dan berdaya guna.

3.      Prinsip Penyelenggaraan Program JPKMM:
a.       Pelayanan kesehatan yang menyeluruh (komprehensif), sesuai standar        pelayanan kesehatan.
b.      Pelayanan kesehatan dilakukan dengan prinsip terstruktur dan berjenjang.
c.       Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya, rujukan rawat jalan  dan rawat inap kelas III rumah sakit dijamin pemerintah.
d.      Pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya dengan dana yang dikelola langsung oleh puskesmas.
e.       Pelayanan rujukan di rumah sakit pemerintah dan swasta yang ditunjuk, BP4, BKMM/BKIM dengan dana yang dikelola oleh PT Askes (Persero).
f.       Transparasi dan akuntabilitas.

4.      Indikator keberhasilan Program JPKMM:
a.       Penerbita dan distribusi kartu 100% dari peserta terdaftar.
b.      Angka utilisasi (visit rate) minimal rata-rata 15%.
c.       BOR rawat inap kelas III di rumah sakit 80%.
d.      Angka kematian lebih dari atau sama dengan 48 jam untuk pasien rawat inap kelas III di rumah sakit maksimal 5%.
e.       Tingkat kepuasan konsumen minimal 70%.
f.       Cakupan pemeriksaan kehamilan K4 (90%), persalinan (80%), nifas (90%) dan perawatan bayi baru lahir KN2 (90%) ole petugas kesehatan, cakupan imunisasi dasar (90%).
g.      Persentase pasien yang dirujuk dari pelayanan kesehatan dasar 12%.
h.      Universal Child Imunization (UCI) desa 86,5%.

D.    Proses Pembuatan Kebijakan
Adapun kerangka umum proses pembuatan kebijakan adalah sebagai berikut :
1.      Identifikasi masalah dan isu.
Bagaimana cara isu bisa dijadikan agenda kebijakan?
Kenapa beberapa isu tidak dapat dibahas?
2.      Perumusan Kebijakan.
Siapa yang merumuskan kebijakan?
Bagaimana formulasinya?
Dari mana datangnya inisiatif?
3.      Implementasi kebijakan.
Sumber daya apa yang tersedia?
Siapa yang harus dilibatkan?
Bagaimana implementasi dapat dikuatkan.
4.      Evaluasi kebijakan.
Efek apa yang terjadi apabila kebijakan mulai berjalan?
Apakah bisa dimonitor?
Bagaimana cara mencapai tujuan?

E.     Perumusan Kebijakan
Dalam proses merumuskan kebijakan, Thomas R. Dye memperkenalkan sembilan model dasar tentang perumusan kebijakan, 4 diantaranya yaitu :
1.      Model Teori Kelompok
Model teori kelompok sesungguhnya merupakan abstraksi dari proses formulasi kebijakan yang di dalamnya beberapa kelompok kepentingan berusaha untuk mempengaruhi isi dan bentuk kebijakan secara interaktif.
2.      Model Teori Elit
Kelompok elit secara top down membuat kebijakan publik untuk diimplimentasikan kepada rakyat banyak atau massa. Jadi teori Elit ini pada prinsip dasarnya adalah setiap elit politik ingin mempertahankan status quo maka kebijakan menjadi bersifat konservatif. Kebijakan-kebijakan yang dbuat oleh para elit politik tidaklah berarti selalu mementingkan kesejahteraan masyarakat. Ini adalah kelemahan-kelemahan dari model elit.
3.      Model Teori Rasionalisme
Perumusan kebijakan model ini mengedepankan gagasan bahwa kebijakan publik sebagai maximum social gain yang berarti pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan manfaat optimum bagi masyarakat.
4.      Model Inkrementalis
Perumusan kebijakan model ini melihat bahwa kebijakan publik merupakan variasi ataupun kelanjutan dari kebijakan di masa lalu. Pendekatan ini diambil ketika pengambil kebijakan berhadapan dengan keterbatasan waktu, ketersediaan informasi, dan kecukupan dana untuk melakukan evaluasi kebijakan secara komprehensif. Pilihannya adalah melanjutkan kebijakan di masa lalu dengan beberapa modifikasi seperlunya.

Pada bab ini penulis mencoba mengkaji apakah pelaksanaan Kebijakan KesehatanNasional sudah cukup mendukung realisasi komitmen MDGs yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat miskin.
Dari pengetahuan dan penilaian penulis terhadap kebijakan yang mendukung pelaksanaan Program pelayanan kesehatan untuk masyarakat miskin, yang telah ada sejak tahun 1998, banyak isu-isu yang muncul sehubungan dengan pelaksanaannya, diantaranya adalah:
1. Isu tidak tepatnya sasaran dalam penentuan keluarga miskin
2. Isu pembiayaan yang kurang memadai
3. Isu mutu dan distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata
4. Isu pembiayaan yang kurang memadai
5. Isu upaya kesehatan kuratif lebih ditonjolkan
Isu-isu ini akan sangat mempengaruhi kualitas dan efisiensi pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

No comments:

Post a Comment