ASPEK HUKUM DAN REGULASI PRAKTIK KEPERAWATAN
A.
Definisi
Hukum
Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau
kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama; atau keseluruhan peraturan tingkah
laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Hukum adalah keseluruhan peraturan yang mengatur dan
menguasai manusia dalam kehidupan bersama. Berkembang di dalam masyarakat dalam
kehendak, merupakan sistem peraturan, sistem asas-asas, mengandung pesan
kultural karena tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.
Pengertian hukum kesehatan adalah ketentuan-ketentuan yang
mengatur hak dan kewajiban baik dari tenaga kesehatan dalam melaksanakan upaya
kesehatan maupun dari individu dan masyarakat yang menerima upaya kesehatan
tersebut dalam segala aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
serta organisasi dan sarana.
B.
Pentingnya
Undang-Undang Dalam Praktik Keperawatan
Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik
Keperawatan dibutuhkan. Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan
konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam
memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari
perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian
tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum,
bahkan cenderung menjadi objek hokum (WHO, 2002).
Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa
Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 23 tahun 1992, Pasal 32, secara
eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan
berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang
pasal 53, menyebutkan bahwa tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Ditambah lagi, pasal
53 bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
standar profesi dan menghormati hak pasien. Disisi lain secara teknis telah
berlaku Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Registrasi dan Praktik Perawat.
Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini
karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari
model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan
pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan
gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan
yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada
pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan. Keperawatan merupakan
salah satu profesi dalam dunia kesehatan . Sebagai profesi, tentunya pelayanan
yang diberikan harus professional, sehingga perawat/ners harus memiliki
kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode
etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperwatan
yang bemutu.
Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005)
menunujukkan bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6%),
membuat resep obat (93,1%), melakukan tindakan pengobatan didalam maupun diluar
gedung puskesmas (97,1%), melakukan pemeriksaan kehamilan (70,1%), melakukan
pertolongan persalinan(57,7%), melaksanakan tugas petugas kebersihan (78,8%),
dan melakukan tugas administrasi seperti bendahara,dll (63,6%).
Pada keadaan darurat seperti ini yang disebut dengan “gray area” sering sulit dihindari.
Sehingga perawat yang tugasnya berada disamping klien selama 24 jam sering
mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak ada dokter yang bertugas. Hal ini
membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang bukan merupakan
wewenangnya demi keselamatan klien. Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi
dan petunjuk dari dokter, terutama di puskesmas yang hanya memiliki satu dokter
yang berfungsi sebagai pengelola puskesmas, sering menimbulkan situasi yang
mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan. Fenomena ini tentunya sudah
sering kita jumpai di berbagai puskesmas terutama di daerah-daerah tepencil.
Dengan pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi perawat akan
terbengkalai. Dan tentu saja ini tidak mendapat perlindungan hukum karena tidak
dipertanggungjawabkan secara professional.
Pada tahun 1989, PPNI sebagai organisasi perawat di
Indonesia mulai memperjuangkan terbentuknya UU Keperawatan. Berbagai peristiwa
penting terjadi dalam usaha mensukseskan UU Keperawatan ini. Pada tahun 1992
disahkanlah UU Kesehatan yang didalamnya mengakui bahwa keperawatan merupakan
profesi ( UU Kesehatan No.23, 1992). Peristiwa ini penting artinya, karena
sebelumnya pengakuan bahwa keperawatan merupakan profesi hanya tertuang dalam
peraturan pemerintah (PP No.32, 1996). Dan usulan UU Keperawatan baru disahkan
menjadi RUU Keperawatan pada tahun 2004.
Perlu kita ketahui bahwa untuk membuat suatu undang-undang
dapat ditempuh dengan 2 cara yakni melalui pemerintah (UUD 1945 Pasal 5 ayat 1)
dan melalui DPR (Badan Legislatif Negara). Selama hampir 20 tahun ini PPNI
memperjuangkan RUU Keperawtan melalui pemerintah, dalam hal ini Depkes RI. Dana
yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tapi kenyataannya hingga saat ini RUU
Keperawatan berada pada urutan 250-an pada program Legislasi Nasional
(Prolegnas) , yang ada pada tahun 2007 berada pada urutan 160 (PPNI, 2008).
Tentunya pengetahuan masyarakat akan pentingnya UU
Keperawatan mutlak diperlukan. Hal ini terkait status DPR yang merupakan
Lembaga Perwakilan Rakyat, sehingga pembahasan-pembahasan yang dilakukan
merupakan masalah yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu,
pencerdasan kepada masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan pun masuk dalam
agenda DPR RI.
Dalam UU Tentang praktik keperawatan pada bab 1 pasal 1 yang
ke-3 berbunyi :
“ Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan
pada praktik keperawatan baik langsung atau tidak langsung diberikan kepada
sistem klien disarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan
pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar pratik
keperawatan.
Dan pasal 2 berbunyi : “ Praktik keperawatan dilaksanakan berdasarkan pancasila dan
berdasarkan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan
pemberi pelayanan keperawatan.
C.
Undang-Undang
yang Berkaitan Dengan Praktik Keperawatan
Undang-undang praktik keperawatan sudah lama menjadi bahan
diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional ke duanya di Surabaya tahun
1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan untuk
perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan. Tidak adanya Undang-Undang
perlindungan bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat
bertanggung jawab terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara
tugas dokter dan perawat masih sering tejadi dan beberapa perawat lulus
pendidikan tinggi merasa prustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran,
fungsi dan kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama
pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang
mereka miliki.
UU dan peraturan lainnya yang ada di Indonesia yang
berkaitan dengan praktek keperawatan :
1. UU No. 9
tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan
Bab II (tugas Pemerintah), pasal 10 antara lain menyebutkan
bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan kesanggupan hukum.
2. UU No. 6
tahun 1963 tentang tenaga kesehatan
UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. UU ini
membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi
dokter, doter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga bukan
sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan
asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter,
dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidik rendah
dapat diberikaqn kewenangan terbats untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan
langsung.
UU ini boleh dikatakan sudah using karena hanya
mengklaripikasikan tenaga kesehatan secara dikotomis (tenaga sarjana dan bukan
sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum bagi tenaga kesehatan dalam
menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum berbagai jenis
tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada
posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus
tergantung pada tenaga kesehatan lainnya.
3. UU kesehatan
No. 14 tahun 1964, tentang wajib keja paramedic
Pada pasal 2,ayat (3) dijelasakan bahwa tenaga kesehatan
sarjana muda, menengah dan rendah wqajib menjalankan wajib kerja pada
pemerintah selama 3 tahun. Dalam pasal 3 dihelaskan bahwa selama bekerja pada
pemerintah, tenaga kesehatan yang dimaksut pada pasal 2 memiliki kedudukan
sebagain pegawai negeri sehingga peraturan-peraturan pegawai negeri juga
diberlakukan terhadapnya. UU ini untuk saat ini sudah tidak sesuai dengan
kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan wajib
kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagai mana sisitem
rekruitmen calon pesrta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak
menjalankaqn wajib kerja dll. Yang perlu diperhatikan dalam UU ini,lagi posisi
perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis
termasuk dokter, sehingga dari aspek propesionalisasian, perawat rasanya masih
jauh dari kewenangan tanggung jawab terhadap pelayanannya sendiri.
4. SK Menkes No.
262/per/VII/1979 tahun 1979
Membedakan para medis menjadi dua golongan yaitu paramedic
keperawatan (termasuk bidan) dan paramedic non keperawata. Dari aspek hukum,
sartu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah
tetapi juga termasuk kategori tenaga keperawatan.
5. Permenkes.
No. 363/ Menkes/ per/XX/1980 tahun 1980
Pemerintah membuat suatu pernyataan yang jelas perbedaan
antara tenaga keperawatan dan bidan. Bidan seperti halnya dokter, diizinkan
mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi tidak
diizinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan
bidan dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan
kurang relevan atau adil bagi propesi keperawatan. Kita ketahuai Negara lain
perawat diizinkan membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat
harus menggantikan atau mengisi kekujrangan tenaga dokter untuk mengobati
penyakit terutam dipuskesmas- puskesmas tetapi secara hukum hal tersebut tidak
dilindungi terutama bagi perawat yang memperpanjang pelayanan dirumah. Bila
memang secara resmi tidak diakui, maka seharusnya perawat dibebaskan dari
pelayanan kuratif atau pengobatan untuk benar-benar melakuan nursing care.
6. SK Mentri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/ 1986,tanggal 4 Nopember
1989, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin.
Dalam system ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat
naik jabatannya atau naik pangkatnya setiap 2 tahun bila memenuhi angka kredit
tertentu. Dalam SK ini, tenaga keperawatan yang dimaksud adalah : penyenang
kesehatan, yang sudah mencapai golongan II/a, Pengatur Rawat/ Perawat
Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan Sarjana/S I Keperawatan.
System ini menguntungkan perawat karena dapat naik
pangkatnya dan tidak tergantung kepada pangkat/ golongan atasannya
7. UU kesehatan
No. 23 tahun 1992
Merupakan
UU yang banyak member kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan
professional karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak
pasien, kewenangan, maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan.
Beberapa
pernyataan UU kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan
UU praaktik keperawatan adalah :
a. Pasal 32 ayat 4.
Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran dan ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
b. Pasal 53 ayat I.
Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesui dengan profesinya.
c. Pasal 53 ayat 2.
Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
D.
Definisi
Regulasi
Regulasi keperawatan (regristrasi &
praktik keperawatan) adalah kebijakan atau ketentuan yang mengatur profesi
keperawatan dalam melaksanakan tugas profesinya dan terkait dengan kewajiban
dan hak.
Registrasi merupakan pencantuman nama
seseorang dan informasi lain pada badan resmi baik milik pemerintah maupun non
pemerintah. Perawat yang telah terdaftar diizinkan memakai sebutan registered
nurse. Untuk dapat terdaftar, perawat harus telah menyelesaikan pendidikan
keperawatan dan lulus ujian dari badan pendaftaran dengan nilai yang diterima.
Izin praktik maupun registrasi harus diperbaharui setiap satu atau dua tahun.
Undang – undang praktik keperawatan sudah
lama menjadi bahan diskusi para perawat. PPNI pada kongres Nasional keduanya di
Surabaya tahun 1980 mulai merekomendasikan perlunya bahan-bahan perundang-undangan
untuk perlindungan hukum bagi tenaga keperawatan.
Tidak adanya undang-undang perlindungan
bagi perawat menyebabkan perawat secara penuh belum dapat bertanggung jawab
terhadap pelayanan yang mereka lakukan. Tumpang tindih antara tugas dokter dan
perawat masih sering terjadi dan beberapa perawat lulusan pendidikan tinggi
merasa frustasi karena tidak adanya kejelasan tentang peran, fungsi dan
kewenangannya. Hal ini juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan
dan ketrampilannya, tanpa memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka
miliki.
E.
Klasifikasi
Regulasi
Dalam masa transisi professional
keperawatan di Indonesia, sistem pemberian izin praktik dan registrasi sudah
saatnya segera diwujudkan untuk semua perawat baik bagi lulusan SPK, akademi,
sarjana keperawatan maupun program master keperawatan dengan lingkup praktik
sesuai dengan kompetensi masing-masing.
Pengaturan praktik perawat dilakukan
melalui Kepmenkes nomor 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat,
yaitu setiap perawat yang melakukan praktik di unit pelayanan kesehatan milik
pemerintah maupun swasta diharuskan memiliki Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat
Izin Kerja (SIK). Pengawasan dan pembinaan terhadap praktik pribadi perawat
dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat Propinsi, Kabupaten sampai ke
tingkat puskesmas. Pengawasan yang telah dilakukan selama ini oleh pemerintah
(Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Timur) belum sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan nomor 1239 tahun 2001.
·
SIP adalah suatu bukti tertulis pemberian
kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan diseluruh wilayah indonesia
oleh departemen kesehatan.
·
SIK adalah bukti tertulis yang diberikan perawat
untuk melakukan praktek keperawatan disarana pelayanan kesehatan.
·
SIPP adalah bukti tertulis yang diberikan kepada
perawat untuk menjalankan praktik perwat perorangan atau bekelompok, Perawat
yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk kunjungan rumah.
Standar profesi yaitu pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik.
F.
Tujuan
Dari Regulasi
Adapun tujuan dari makalah ini adalah
untuk mengetahui masalah-masalah RUU praktik keperawatan.
1.
Mengetahui definisi dan tujuan praktik
keperawatan
2.
Mengetahui pentingnya Undang-undang Praktik Keperawatan
terkait dengan profesi
3.
Untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan
4.
Mengetahui isi Undang-Undang yang ada di
Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan
5.
Mengetahui tugas pokok dan fungsi Keperawatan
dalam RUU Keperawatan
G.
Komponen
Regulasi
Pertama, keperawatan sebagai profesi memiliki karakteristik yaitu
adanya kelompok pengetahuan (body of Knowledge) yang melandasi keperampilan
untuk menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang
memenuhi standar dan diselenggarakan diperguruan tinggi; pengendalian terhadap
stndar praktik; bertanggung jawab dan bertangguang gugat terhadap tindakan yang
dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup; dan
memperoleh pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh
untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan yang berorientasi pada
kebutuhan system klien (individu, keluarga, kelompok dan komunitas).
Kedua, kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan
keperawatan yang dipelajari dalam suatu system pendidikan keperawatan yang
formal dan terstandar menurut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan
tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap
kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode
etik. Oleh karena itu, perlu diatur system registarasi, lisensi dan sertifikasi
yang ditetapkan denga nperaturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan melindungi
masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena konsil keperawatan
Indonesia yang kelak ditetapkan dalam UU praktik keperawatan akan menjalankan
fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian
kewenagan melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai
pengetahuan yang dipersyaratakan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan
sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik
keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
Ketiga, perawat telah memberikan konstibusi besar dalam
meningkatkan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan
kesehatan mulai dari layanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok
desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya
belum diimbangi dengan pemberioan perlindungan hukum, bahkan cendrung menjadi
objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis
dan professional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif,
terampil, berbudi luhur, dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu,
UU ini memiliki tujuan lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi,
kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak
terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi,
fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan
dan kesesuaian interprofesioan (WHO, 2002).
Keempat, kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran
paradigm dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medical yang
menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigm
sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi
dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat
membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperaweatan
yang bermutu sebagai bagian yang integrar dari pelayanan kesehatan, dan
memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan
keperawatan.
No comments:
Post a Comment